Sekilas tentang Pengenaan PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak pribadi atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya di dalam negeri.
Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan pajak yang digunakan pada sistem penggajian/payroll karyawan oleh suatu perusahaan.
Penggajian sendiri bisa dihitung secara manual, atau dengan bantuan aplikasi seperti Mekari Talenta HRIS yang terintegrasi dengan fitur laporan absensi karyawan.
Namun, sebenarnya PPh Pasal 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya dengan subjek pajaknya terdiri dari:
- Pekerja formal atau karyawan/pegawai
- Pekerja bebas atau bukan pegawai
- Sebagai pekerja sekaligus pengusaha
- Wajib pajak pribadi sebagai pengusaha
Perlakuan atas PPh 21 dan berapa persen pajak yang akan dikenakan sangat variatif tergantung penerima penghasilan, di antaranya:
- Penghasilan bagi Pegawai/karyawan Tetap
- Penghasilan bagi Pegawai/karyawan Tidak Tetap
- Penghasilan bagi Bukan Pegawai/karyawan
- Penghasilan karyawan yang dikenakan PPh 21 Final
- dan penghasilan Lainnya
PPh 21 Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan karyawan dari uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua.
Perubahan Regulasi PPh 21 Terbaru
Pemerintah telah mengatur kembali pemotongan PPh 21 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan WP Orang Pribadi.
Melalui beleid ini, skema tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 ada dua, yakni:
1. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
Skema tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh ini untuk menghitung PPh 21 setahun di Masa Pajak Terakhir.
2. Tarif efektif rata-rata (TER) pemotongan PPh Pasal 21
Skema tarif efektif rata-rata PPh 21 ini untuk menghitung pajak penghasilan pasal 21 di masa pajak selain Masa Pajak Terakhir atau secara bulanan dan harian.
Dasar Hukum
Dasar hukum skema penghitungan PPh 21 terbaru ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menyebutkan bahwa:
“Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.”
Kemudian pemerintah menerbitkan regulasi teknis sebagai aturan pelaksana dari PP 58/2023 melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.
Maka skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 terbaru berdasarkan penerima dan jumlah penghasilan yang dikenakan pajak.
Perubahan Skema Hitung
Skema perhitungan PPh Pasal 21 terbaru atau skema To Be adalah dengan mendasarkan pada subjek penerima dari jenis penghasilannya dan penerapan waktu perhitungan pajaknya.
Pokok perubahan skema perhitungan PPh 21 di antaranya:
- Perubahan seluruh skema penghitungan PPh 21
Skema penghitungan pajak penghasilan pasal 21 yang dipotong untuk pegawai tetap (untuk masa pajak selain masa pajak terakhir) dan pegawai tidak tetap telah diubah. - Perluasan lingkup penghitungan PPh 21Memperluas lingkup penghitungan PPh Pasal 21 untuk peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai yang menarik dana pensiun. Perluasan tersebut dari sebelumnya hanya Dapen saja, kini juga berlaku untuk lingkup BPJSTK, ASABRI, TASPEN.
- Pengurangan zakat/sumbangan keagaaman
Zakat / sumbangan keagamaan wajib yang dibayar melalui pemberi kerja dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto PPh 21. - Penambahan pengecualian penghasilan yang dipotong PPh 21
Menambah pengecualian penghasilan yang dipotong PPh 21 yakni DTP. - Penggabungan seluruh penghasilan dalam masa pajak
Menggabungkan seluruh penghasilan pegawai tetap dalam 1 bulan atau dalam masa pajak. - Pemotongan PPh 21 atas natura/kenikmatan
Dilakukan pemotongan PPh 21 atas natura dan/atau kenikmatan bagi wajib pajak orang pribadi.
Latar Belakang, Tujuan dan Dampak TER
Perhitungan pajak penghasilan dan pemotongan PPh 21 cukup kompleks dan memiliki skema penghitungan yang membingungkan. Sehingga diperlukan simplifikasi dan penyederhanaan penghitungan serta pemotongan, juga pengelolaan administrasi yang tidak memberatkan wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar.
Dengan adanya skema tarif efektif PPh 21 TER ini, maka perhitungan pajak penghasilan pasal 21 jadi lebih simpel. Skema TER juga tidak mengubah perhitungan PPh 21 dalam setahun karena masih berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Selain itu, skema TER juga tidak memberikan tambahan beban pajak baru karena pada dasarnya sebagai metode penghitungan pajak secara bulanan maupun harian.
Kesimpulan
Latar belakang diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 ini bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam menghitung dan melakukan administrasi pemotongan PPh Pasal 21 agar proses bisnis lebih efektif, efisien dan akuntabel.
Namun penerapan skema perhitungan tarif efektif bulanan ini juga tidak memberikan dampak tambahan beban pajak baru.
Sebab tarif efektif bulanan hanya merupakan skema yang digunakan dalam penghitungan PPh 21 untuk masa pajak selain Masa Pajak Terakhir (Januari-November) saja. Artinya, pemotong PPh 21 dapat menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap Masa Pajak (bulanan).
Sedangkan penghitungan PPh 21 setahun di Masa Pajak Terakhir (Desember), tetap menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh seperti ketentuan yang berlaku saat ini.
Referensi Database Peraturan JDIH BPK. “Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023” Database Peraturan JDIH BPK. “Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dan UU HPP No. 7/2021” Kementerian Keuangan. “Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.03/2023”